Gempar di Inggris: Buku Harian Palsu Hitler Buat Media Terkemuka Kecolongan
Dunia media dan sejarah pernah diguncang oleh salah satu skandal paling memalukan dalam sejarah jurnalistik modern. Pada awal 1980-an, beberapa media ternama di Inggris, termasuk The Sunday Times dan The Times, sempat percaya dan menerbitkan isi dari yang disebut-sebut sebagai buku harian pribadi Adolf Hitler. Namun dalam hitungan minggu, kisah sensasional itu berubah menjadi aib internasional ketika diketahui bahwa buku tersebut adalah palsu.
Kejadian ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya verifikasi, kehati-hatian editorial, dan betapa ambisi bisa membutakan nalar jurnalistik.
“Buku Sejarah yang Akan Mengubah Segalanya”
Pada tahun 1983, media-media besar di Inggris dan Jerman mengumumkan bahwa mereka berhasil memperoleh buku harian milik pemimpin Nazi, Adolf Hitler. Klaim ini didasarkan pada dokumen yang ditemukan oleh Stern, sebuah majalah terkemuka di Jerman, yang mengaku telah membeli 60 jilid buku harian dari seorang pria bernama Konrad Kujau.
Kujau, yang menyamar sebagai kolektor barang antik, meyakinkan editor dan sejarawan bahwa dokumen tersebut diselamatkan dari reruntuhan pesawat Nazi yang jatuh. Tak hanya itu, analisis awal menyebutkan bahwa tulisan tangan dan gaya bahasa sangat mirip dengan Hitler. Kabar ini langsung membuat heboh dunia, terutama media Inggris yang berbondong-bondong menerbitkan potongan isi buku.
Sensasi Berbalik Menjadi Skandal
Namun, tak lama setelah publikasi, muncul keraguan dari para sejarawan ternama. Salah satunya adalah Hugh Trevor-Roper, sejarawan terkemuka Inggris yang awalnya mendukung keaslian buku tersebut, tapi kemudian mencabut pernyataannya setelah menemukan inkonsistensi historis dan logis.
Pemeriksaan laboratorium yang lebih cermat akhirnya membuktikan bahwa tinta dan kertas yang digunakan tidak sesuai dengan zaman Nazi. Terungkap bahwa Konrad Kujau — si “penjual” buku harian — bukanlah kolektor, melainkan seorang pemalsu ulung yang memang dikenal di kalangan pasar barang antik gelap.
Kujau akhirnya ditangkap dan dihukum penjara, sementara reputasi Stern, The Sunday Times, dan sejarawan yang terlibat jatuh ke titik nadir. Publik pun mengecam bagaimana institusi besar bisa tertipu oleh dokumen yang, dalam tinjauan lebih teliti, memiliki banyak kejanggalan.
Pelajaran Pahit bagi Dunia Jurnalistik
Skandal ini menjadi contoh klasik bagaimana media bisa terjebak dalam euforia eksklusivitas dan ketenaran. Demi mendapatkan “breaking news” sensasional, proses verifikasi fakta menjadi terabaikan. Bahkan, wartawan dan editor berpengalaman kala itu tidak cukup kritis dalam menguji validitas dokumen sejarah.
Lebih dari sekadar kesalahan editorial, kasus buku harian palsu Hitler adalah cermin kerapuhan integritas media saat berhadapan dengan godaan pasar dan tekanan publikasi eksklusif.
Skandal yang Tak Pernah Terlupakan
Meski telah berlalu lebih dari empat dekade, kasus buku harian palsu Hitler tetap dikenang sebagai skandal monumental dalam sejarah pers dunia. Ia menjadi pengingat bahwa dalam dunia yang haus akan cerita eksklusif, akurasi dan etika jurnalistik harus tetap menjadi fondasi utama.
Karena dalam dunia kebenaran, tidak ada ruang bagi sensasi yang dibangun di atas kebohongan.