Potongan Pendapatan Driver Ojol Disorot: Begini Kata Aplikator
Isu pemotongan pendapatan yang dirasakan para pengemudi ojek online (ojol) kembali mencuat ke permukaan. Banyak driver mengeluhkan bahwa jumlah uang yang mereka terima tidak sebanding dengan jumlah orderan yang diselesaikan, terutama setelah dikurangi berbagai potongan dari aplikator. Kondisi ini memicu gelombang protes, bahkan seruan aksi “stop order” di beberapa kota besar.
Di tengah tekanan dan sorotan publik, pihak aplikator akhirnya buka suara untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya. Lalu, bagaimana penjelasan mereka?
Keluhan Driver: “Kerja Keras, Dapatnya Cuma Segini?”
Para driver ojol mengaku pendapatan bersih mereka semakin menipis. Selain harga bahan bakar yang terus naik, potongan dari perusahaan aplikator dinilai terlalu besar. Beberapa menyebut komisi yang dipotong bisa mencapai 20–30% per order, belum termasuk pengurangan insentif jika target tidak tercapai.
“Orderan makin susah, bensin naik, insentif makin kecil, tapi potongan tetap gede,” keluh Andi, seorang driver di kawasan Jakarta Selatan.
Keluhan serupa ramai dibagikan di media sosial dan grup komunitas pengemudi. Banyak yang merasa bekerja dari pagi hingga malam, namun penghasilan bersih hanya cukup untuk kebutuhan dasar.
Kata Aplikator: “Kami Transparan dan Sesuai Regulasi”
Menanggapi keresahan tersebut, pihak aplikator seperti Gojek dan Grab memberikan penjelasan resmi. Mereka menegaskan bahwa sistem potongan yang diterapkan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan diinformasikan secara transparan sejak awal kemitraan.
“Potongan dari setiap transaksi merupakan bagian dari model bisnis untuk menopang operasional, pengembangan aplikasi, layanan konsumen, serta dukungan teknologi,” ujar perwakilan Grab Indonesia dalam siaran pers.
Pihak Gojek pun menyampaikan bahwa persentase potongan telah disesuaikan agar tetap memberikan ruang bagi pengemudi untuk mendapatkan penghasilan layak, terutama dengan adanya skema insentif harian dan bonus performa.
Namun, mereka juga mengakui bahwa tantangan ekonomi seperti kenaikan BBM dan inflasi memang menjadi faktor eksternal yang turut memengaruhi daya beli dan kesejahteraan mitra.
Transparansi dan Dialog: Kunci Penyelesaian?
Meski penjelasan telah diberikan, sebagian driver tetap merasa belum puas. Mereka meminta mekanisme potongan ditinjau ulang, termasuk keterbukaan soal bagaimana insentif dihitung. Beberapa komunitas driver bahkan mendorong adanya dialog terbuka antara aplikator dan perwakilan mitra di lapangan.
Pengamat transportasi daring, Aulia Rahman, menilai bahwa transparansi algoritma dan kebijakan insentif menjadi poin penting yang harus dibuka ke publik. Jika tidak, ketidakpercayaan akan terus tumbuh dan berpotensi merusak hubungan jangka panjang antara perusahaan dan mitranya.
Menuju Ekosistem Ojol yang Lebih Adil
Fenomena pemotongan pendapatan driver ojol menjadi sinyal penting bahwa keseimbangan antara profit bisnis dan kesejahteraan mitra harus terus dijaga. Aplikator diharapkan tidak hanya menjawab secara normatif, tetapi juga menunjukkan itikad baik dalam memperbaiki sistem kemitraan yang lebih manusiawi dan berkelanjutan.
Sementara itu, para driver pun perlu diberdayakan secara kolektif agar bisa menyuarakan aspirasinya dengan cara yang efektif dan terstruktur. Karena pada akhirnya, keberhasilan ekosistem transportasi online tak lepas dari roda dua yang berjuang di jalanan setiap hari.