OJK Wajibkan Peserta Asuransi Kesehatan Bayar 10 Persen Klaim
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan kebijakan baru terkait layanan asuransi kesehatan komersial di Indonesia. Dalam aturan yang mulai berlaku tahun ini, peserta asuransi wajib menanggung 10 persen dari total biaya klaim yang diajukan, sementara sisanya tetap ditanggung oleh perusahaan asuransi.
Kebijakan ini sontak menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat, mengingat selama ini banyak produk asuransi yang menjanjikan pertanggungan klaim hingga 100 persen.
Tujuan Kebijakan: Edukasi Risiko dan Pengendalian Klaim
Menurut OJK, penerapan skema co-sharing ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran peserta asuransi terhadap risiko finansial yang mereka tanggung. Dengan membayar sebagian biaya klaim, peserta diharapkan lebih bijak dalam menggunakan layanan kesehatan dan tidak melakukan klaim berlebihan yang dapat membebani sistem asuransi.
“Skema ini bukan untuk memberatkan, tapi untuk menjaga keberlanjutan dan kesehatan keuangan industri asuransi. Harus ada rasa tanggung jawab bersama antara peserta dan penyedia,” ujar Deputi Komisioner Pengawas IKNB OJK, dalam konferensi pers di Jakarta.
OJK juga menilai bahwa skema ini sudah lazim diterapkan di berbagai negara sebagai bentuk kontrol biaya dan upaya menekan klaim yang tidak perlu atau berlebihan.
Bagaimana Skema Ini Bekerja?
Dengan kebijakan baru ini, setiap klaim yang diajukan peserta asuransi akan dikurangi sebesar 10 persen sebagai tanggungan pribadi. Sebagai contoh, jika total biaya rumah sakit sebesar Rp10 juta, maka perusahaan asuransi akan menanggung Rp9 juta dan peserta wajib membayar Rp1 juta.
Pengecualian dapat diberikan dalam kondisi tertentu, seperti rawat inap darurat, penyakit kritis, atau pada kelompok masyarakat tertentu yang dikategorikan sangat rentan.
Tanggapan Beragam dari Masyarakat dan Industri
Kebijakan ini menuai beragam respons. Sebagian kalangan menilai kebijakan ini akan memperkuat keberlanjutan bisnis asuransi dan mendorong literasi keuangan di kalangan nasabah. Namun, tak sedikit juga yang merasa kebijakan ini berpotensi menambah beban biaya kesehatan bagi masyarakat kelas menengah bawah.
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyatakan dukungannya terhadap kebijakan OJK dan siap menyesuaikan desain produk agar tetap kompetitif dan transparan bagi konsumen.
“Ini juga mendorong industri asuransi lebih jujur dan efisien dalam memproses klaim, karena peserta kini ikut menanggung risiko,” ungkap seorang pengamat asuransi dari Universitas Indonesia.
Langkah Selanjutnya: Edukasi dan Transparansi Produk
OJK meminta semua perusahaan asuransi untuk mensosialisasikan aturan ini secara masif kepada calon dan pemegang polis. Informasi tentang porsi tanggungan klaim harus dicantumkan dengan jelas dalam dokumen polis dan ilustrasi manfaat.
Masyarakat juga diimbau untuk membaca dengan cermat syarat dan ketentuan polis yang mereka ambil, serta menyesuaikan kebutuhan asuransi dengan kondisi finansial pribadi.
Keseimbangan Baru dalam Dunia Asuransi
Dengan kewajiban menanggung 10 persen biaya klaim, OJK berharap tercipta ekosistem asuransi yang lebih adil, efisien, dan berkelanjutan. Meski menimbulkan pro dan kontra, kebijakan ini menjadi langkah awal dalam membangun kesadaran kolektif bahwa perlindungan finansial adalah tanggung jawab bersama—bukan hanya sepihak.