Peredaran Sabu Diatur dari Lapas Pamekasan: Dugaan Keterlibatan Oknum Menguat
Peredaran narkoba di Indonesia kembali menggemparkan publik. Kali ini, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pamekasan, Madura, menjadi sorotan setelah terungkap bahwa jaringan sabu-sabu dikendalikan langsung dari balik jeruji. Ironisnya, narapidana yang seharusnya menjalani hukuman malah diduga menjadi otak pergerakan barang haram tersebut. Lebih mengejutkan lagi, muncul dugaan keterlibatan oknum aparat di balik kelancaran operasi ini.
Dari Penjara, Bisnis Haram Tetap Berjalan
Pengungkapan kasus ini berawal dari penangkapan kurir narkoba oleh pihak kepolisian yang kemudian mengaku mendapat perintah dari seorang narapidana di Lapas Pamekasan. Dari hasil penyelidikan lanjutan, diketahui bahwa narapidana tersebut bukan hanya mengatur distribusi sabu, tetapi juga merekrut kurir dari luar lapas, mengatur alur transaksi, hingga melakukan komunikasi dengan pembeli menggunakan alat komunikasi yang seharusnya dilarang di dalam penjara.
Fakta ini memperlihatkan bahwa kendali terhadap peredaran narkoba bisa tetap berlangsung secara aktif dari dalam lembaga pemasyarakatan. Padahal, sesuai regulasi, narapidana seharusnya dibatasi akses komunikasinya untuk mencegah kejahatan lanjutan.
Diduga Ada Oknum Terlibat, Investigasi Meluas
Tak hanya keterlibatan narapidana, penyidik juga mendalami kemungkinan adanya peran dari oknum petugas Lapas Pamekasan yang membantu melancarkan aktivitas ilegal ini. Dugaan tersebut diperkuat oleh keberadaan ponsel dan fasilitas komunikasi lain di dalam sel, yang mustahil bisa masuk tanpa bantuan dari dalam.
“Ada indikasi kuat keterlibatan oknum. Kami akan menindaklanjuti secara menyeluruh hingga tuntas,” ujar seorang pejabat kepolisian daerah Madura.
Pihak Kementerian Hukum dan HAM pun merespons cepat dengan membentuk tim khusus untuk menginvestigasi dugaan pelanggaran dan mengevaluasi sistem pengawasan di lapas tersebut.
Sorotan terhadap Pengawasan Lapas
Kasus ini bukan yang pertama. Berbagai kasus sebelumnya menunjukkan bahwa sejumlah narapidana kasus narkoba justru mengendalikan bisnis gelap dari dalam tahanan. Hal ini mengundang kritik keras dari masyarakat dan pengamat hukum terhadap lemahnya sistem pengawasan serta potensi korupsi di lingkungan lembaga pemasyarakatan.
Pengamat menilai bahwa sistem pemasyarakatan harus direformasi, mulai dari pengawasan teknologi, rotasi petugas, hingga peningkatan transparansi dalam pengelolaan napi dengan kasus berat seperti narkoba.
Publik Desak Penindakan Tegas
Masyarakat pun mendesak agar penegak hukum tidak hanya berhenti pada pelaku lapangan, tetapi juga menelusuri dan mengungkap seluruh rantai yang terlibat. Termasuk jika terbukti ada oknum internal yang berkhianat terhadap sumpah jabatan, maka sanksi tegas harus dijatuhkan.
“Jika aparat yang seharusnya menegakkan hukum justru melindungi kejahatan, ini sangat membahayakan. Negara harus hadir dan bersih-bersih sampai ke akar,” ungkap seorang aktivis anti-narkoba di Surabaya.
Ujian Serius bagi Sistem Pemasyarakatan
Kasus di Lapas Pamekasan menjadi peringatan keras bahwa tembok penjara bukanlah jaminan putusnya rantai kejahatan. Justru, jika tidak diawasi ketat, lembaga pemasyarakatan bisa berubah menjadi pusat kendali bisnis narkoba.
Dengan munculnya dugaan keterlibatan oknum, publik berharap aparat penegak hukum dan Kemenkumham bersikap tegas, transparan, dan tak pandang bulu. Kasus ini harus dijadikan momentum untuk membenahi total sistem pemasyarakatan demi menjaga integritas hukum dan keamanan masyarakat.