Tupperware Angkat Kaki dari RI: Kenali Pemilik Brand yang Pernah Jadi Ikon Rumah Tangga
Setelah puluhan tahun menjadi bagian dari kehidupan rumah tangga Indonesia, Tupperware resmi menghentikan operasionalnya di tanah air. Kabar mengejutkan ini tak hanya memicu nostalgia, tetapi juga pertanyaan besar: siapa sebenarnya sosok di balik brand legendaris ini?
Meski kini dikenal secara global, perjalanan Tupperware dimulai dari inovasi sederhana yang berujung pada revolusi cara menyimpan makanan di seluruh dunia.
Tupperware: Lebih dari Sekadar Wadah
Bagi generasi 90-an dan awal 2000-an, Tupperware bukan sekadar tempat makan, melainkan simbol gaya hidup dan efisiensi rumah tangga. Produk-produknya dikenal tahan lama, praktis, dan memiliki desain yang khas. Bahkan, banyak keluarga yang mewariskan koleksi Tupperware dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Di Indonesia, Tupperware masuk sekitar awal 1990-an dan dengan cepat menjelma menjadi merek papan atas untuk produk dapur dan rumah tangga. Strategi penjualannya yang mengandalkan jaringan direct selling atau penjualan langsung juga menjadikan Tupperware sebagai sumber penghasilan tambahan bagi ribuan orang, terutama ibu rumah tangga.
Sosok di Balik Tupperware: Earl Tupper
Nama Tupperware berasal dari penciptanya, Earl Silas Tupper, seorang penemu asal Amerika Serikat. Di tahun 1946, ia menciptakan wadah plastik inovatif berbahan polyethylene, yang kedap udara dan ringan. Inovasi ini menjadi solusi ideal untuk menyimpan makanan, terutama di masa pasca Perang Dunia II, ketika efisiensi dan kepraktisan menjadi kunci.
Earl Tupper adalah seorang visioner. Namun, terobosan terbesarnya bukan hanya pada desain produk, melainkan juga model penjualannya. Ia bekerja sama dengan Brownie Wise, sosok di balik konsep “Tupperware Party”, yakni strategi penjualan dari rumah ke rumah yang memadukan komunitas, demo produk, dan jaringan sosial. Konsep ini terbukti sangat sukses, hingga mengakar di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Kenapa Tupperware Tutup di Indonesia?
Meskipun sempat merajai pasar, persaingan dengan merek lokal dan platform e-commerce membuat posisi Tupperware mulai tergerus. Konsumen kini lebih memilih produk dengan harga terjangkau dan kemudahan akses. Di sisi lain, model direct selling yang dahulu unggul kini mulai kalah bersaing dengan sistem belanja instan di marketplace.
Ditambah lagi, kondisi finansial global perusahaan induknya, Tupperware Brands Corporation, juga tengah dalam tekanan. Beberapa laporan menyebutkan perusahaan menghadapi krisis likuiditas dan restrukturisasi besar-besaran.
Sebagai langkah efisiensi, Tupperware akhirnya menutup operasionalnya di Indonesia, termasuk kantor pusat dan jalur distribusi resmi.
Warisan yang Tak Terlupakan
Meski telah hengkang, warisan Tupperware tetap membekas di hati masyarakat Indonesia. Banyak yang masih menyimpan produk-produk lamanya, bahkan dalam kondisi baik meski telah digunakan bertahun-tahun. Di sejumlah komunitas, kolektor Tupperware tetap aktif bertukar cerita dan berburu model-model klasik yang kini semakin langka.
Kepergian Tupperware dari Indonesia memang menyisakan kesedihan, tapi juga membuka ruang untuk mengapresiasi warisan inovasi dan bisnis dari Earl Tupper. Brand ini bukan sekadar menjual wadah plastik, tetapi telah menjadi bagian dari budaya dan gaya hidup keluarga Indonesia selama lebih dari dua dekade.
Tupperware boleh pergi, tapi kenangannya tetap abadi di setiap dapur dan meja makan yang pernah diramaikannya.